Mas Nadiem Terkejut ketika Komitmen Kebangsaan Kita Dipertanyakan

Penyampaian beliau menyikapi isu yang berkembang di masyarakat terkait penyederhanaan kurikulum

Belum Bisa Menulis? Ini Kiatnya!

Kuliah Umum IV Pembatik Level 4 Tahun 2020

Kompetensi Public Speaking Seorang Pendidik

Kuliah Umum I Pembatik Level 4 bersama Charles Bonar Sirait

Founder "Sokola Rimba"

Kuliah Umum II Pembatik Level 4 bersama Butet Manurung, MAAPD.

Pembukaan Kuliah Umum Pembatik Lev. 4 Tahun 2020

Kuliah Umum Perdana Pembatik Lev. 4 Tahun 2020. Dibuka oleh Mas Nadiem Makarim

Rabu, 27 November 2013

Haruskah Hipotesis Nol Sebagai Hipotesis Penelitian

Dali S. Naga

Abstract. 
There are usually two kinds of hypotheses in a research, research hypothesis and statistical hypothesis. Statistical hypothesis testing using sample data is usually expressed through a pair of statements H0 and H1. In many research reports research hypotheses are expressed in H1. But it is always possible to express research hypothesis in H0. 

          Ketika kita menggunakan statistika untuk menguji hipotesis maka muncullah dua macam hipotesis berupa hipotesis penelitian dan hipotesis statistika. Tepatnya hipotesis penelitian kita rumuskan kembali menjadi hipotesis statistika yang sepadan. Hipotesis statistika harus mencerminkan dengan baik maksud dari hipotesis penelitian yang akan diuji. 

          Pada hakikatnya ada dua jenis hipotesis statistika. Jenis pertama adalah apabila data kita berupa populasi yang kita peroleh melalui sensus. Dengan data populasi, hipotesis statistika cukup berbentuk H. Tidak diperlukan hipotesis H0. Misalnya dalam hal rerata, hipotesis statistika itu berbentuk H: μx > 6. Jika data populasi memiliki rerata di atas 6 maka hipotesis diterima dan jika tidak maka hipotesis ditolak. Karena seluruh populasi sudah dilihat maka keputusan ini menjadi kepastian.

         Jenis kedua adalah apabila data kita berupa sampel yang kita peroleh melalui penarikan sampel. Biasanya sampel itu berupa sampel acak, baik dengan cara  pengembalian maupun dengan cara tanpa pengembalian. Dengan data sampel, hipotesis statistika menjadi H0 dan H1. Misalnya dalam rerata, hipotesis statistika itu berbentuk H0: μx = 6 dan H1: μx > 6. Syaratnya adalah tiadanya pilihan ketiga.

         Dalam hal data sampel, sering terjadi bahwa hipotesis penelitian dirumuskan kembali menjadi H1. Pengujian hipotesis dilakukan melalui penolakan H0. Selanjutnya dengan syarat tidak ada pilihan ketiga pada hipotesis, maka penolakan H0 dapat diartikan sebagai penerimaan H1. Jadi pengujian hipotesis penelitian dilakukan melalui cara tak langsung yakni melalui penolakan H0 dan melalui tiadanya pilihan ketiga pada hipotesis.

           Kini muncul pertanyaan apakah hipotesis penelitian dapat dirumuskan kembali menjadi H0? Karena jarang terjadi, sejumlah orang merasa ragu. Sekalipun jarang, hal demikian pernah terjadi sementara beberapa penulis menyatakan boleh. Kerlinger (1979) melaporkan hasil penelitian yang menggunakan H0. Myers and Pohlman (1979) mempresentasikan makalah berjudul “Null Hypothesis as a Research Hypothesis.” Selain itu, Wiersma (1995) mencantumkan contoh hipotesis nol sebagai hipotesis penelitian. Gay (1990) menunjukkan walaupun tidak terlalu sering hipotesis berupa tidak beda itu memang ada. Lock, cs (1993) mengatakan bahwa hipotesis dapat ditulis, baik sebagai pernyataan nol (mudahnya disebut hipotesis nol), “Tiada beda di antara …,” maupun sebagai pernyataan terarah menunjukkan jenis hubungan yang diantisipasi.

        Kebanyakan penelitian dirumuskan ke hipotesis statistika H1. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan hipotesis penelitian dirumuskan ke hipotesis statistika H0. Adalah pada tempatnya kalau di sini kita melihat alasan mengapa hipotesis penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk H0. Untuk itu kita perlu melihat apa sebenarnya fungsi dan peranan H0 di dalam pengujian hipotesis statistika. Adanya hipotesis H0 lebih merupakan urusan teknik statistika yang menggunakan data sampel daripada urusan hipotesis penelitian. Kita mulai dengan melihat peristiwa kekeliruan sampel.

Kekeliruan Sampel
Sampel mungkin saja keliru dalam pengertian berbeda dengan populasi asalnya. Sebagai contoh kita melihat parameter dan statistik rerata. Misalkan kita memiliki populasi X berupa bilangan 3, 5, 7, 9. Ukuran populasi ini adalah N = 4. Rerata populasi ini adalah ux = 6. Dengan pengembalian, kita menarik semua sampel acak berukuran n = 2

Tampak di sini bahwa rerata sampel tidak selalu sama dengan rerata populasi, misalnya, rerata sampel 3 pada hal rerata populasi 6. Ini dikenal sebagai kekeliruan sampel. Distribusi kekeliruan sampel dikenal sebagai distribusi probabilitas (kekeliruan) pensampelan. Bergantung kepada parameter, populasi, dan sampel, distribusi pensampelan ini dapat berbentuk distribusi probabilitas normal, t-Student, khi-kuadrat, F Fisher-Snedecor, atau bahkan binomial. Simpangan baku distribusi probabilitas ini dikenal sebagai kekeliruan baku.

Pengujian Hipotesis Dengan Data Sampel

Pengujian hipotesis menggunakan data sampel yang mungkin saja keliru. Karena itu pengujian ini perlu memperhatikan berapa besar probabilitas bahwa sampel itu berasal dari populasi tertentu. Dalam hal hipotesis H0 dan H1 maka kita ingin mengentahui berapa besar probabilitas bahwa sampel itu berasal dari populasi H0 serta berapa besar probabilitas bahwa sampel itu berasal dari populasi H1.
  Dalam hal rerata, misalkan hipotesis itu adalah H0: μx = 6 dan H1: μx > 6, sedangkan rerata sampel adalah Xr = 6,3. Rerata sampel ini memiliki kemungkinan keliru sehingga tidak dapat langsung digunakan untuk mengambil keputusan. Kita perlu melihat berapa besar probabilitas rerata sampel ini berasal dari populasi H0 serta berapa besar probabilitas rerata sampel itu berasal dari populasi H1.
  Dengan tanda = pada H0 kita memiliki satu populasi H0. Dengan tanda > pada H1 kita memiliki tak hingga banyaknya populasi H1. Dengan demikian kita tidak mungkin mencari berapa besar probabilitas bahwa data sampel berasal dari populasi H1 (Naga, 2006). Kita hanya dapat mencari berapa besar probabilitas bahwa sampel berasal dari populasi H0. Di sinilah kita temukan peranan H0 di dalam pengujian hipotesis.
Katakan saja bahwa probabilitas rerata sampel berasal dari populasi H0 adalah sebesar α. Probabilitas ini kita peroleh dengan melihat kedudukan statistik data sampel pada distribusi probabilitas (kekeliruan) pensampelan untuk parameter rerata. Karena itu, pada pengujian hipotesis, kita perlu mengetahui bentuk dari distribusi probabilitas (kekeliruan) pensampelan serta kekeliruan bakunya. Berdasarkan α ini kita mengambil keputusan pada pengujian hipotesis.

Jika α besar maka terdapat probabilitas yang besar bahwa sampel berasal dari populasi H0 sehingga kita dapat memutuskan bahwa sampel berasal dari populasi H0. Dalam hal ini kita menerima H0. Sebaliknya jika α kecil, misalkan kurang dari 0,05 atau kurang dari 0,01, maka kita menjadi ragu. Kalau H0 kita terima maka kemungkinannya terlalu kecil. Kalau H0 kita tolak maka ada probabilitas sebesar α bahwa sampel betul berasal dari H0 sehingga kita mengambil keputusan yang keliru. Keputusan mana yang akan diambil, menerima H0 dengan probabilitas kecil ataukah menolak H0 dengan probabilitas keliru sebesar α (taraf signifikansi).
Biasanya kita berkeputusan untuk menolak H0 dengan risiko keliru sebesar α. Ini berarti kita berkeputusan bahwa sampel kita bukan berasal dari populasi H0. Selanjutnya dengan alasan tiada pilihan ketiga, maka penolakan H0 dapat diartikan sebagai penerimaan H1. Sekali lagi, jika tiada pilihan ketiga, sehingga rumusan hipotesis statistika tidak boleh memberi peluang untuk adanya pilihan ketiga selain pasangan H0 dan H1.

Hipotesis Penelitian dan Hipotesis Statistika

Tampak dari uraian di atas bahwa urusan hipotesis H0 adalah urusan teknis statistika. Bahkan kalau kita menggunakan data populasi, hipotesis H0 pun tidak kita perlukan. Dalam hal data populasi, parameter data populasi langsung dirujukkan dengan hipotesis dan daripadanya diambil keputusan tanpa risiko keliru atau taraf signifikansi. Namun dalam hal data sampel, karena adanya kemungkinan kekeliruan sampel, maka keputusan tentang hipotesis masih mengandung risiko keliru (taraf signifikansi).
Dengan demikian, adalah masuk akal untuk berpendapat bahwa tidak ada keharusan untuk selalu merumuskan hipotesis penelitian ke dalam bentuk  hipotesis H1. Tidak ada salahnya hipotesis penelitian dirumuskan dalam bentuk hipotesis H0. Memang benar bahwa pada keputusan untuk penerimaan H0 kita tidak diikat oleh probabilitas keliru tipe I atau α. Namun dengan sedikit perhitungan kita dapat menggunakan probabilitas keliru tipe II atau β
Di dalam penelitian, pengujian normalitas dirumuskan ke dalam bentuk H0. Pengujian linieritas dirumuskan ke dalam bentuk H0. Pengujian homogenitas variansi populasi juga dirumuskan ke dalam bentuk H0. Dan pengujian validitas konstruk dengan metoda konvergen juga menggunakan rumusan H0. Di bidang pengukuran, kalau kita ingin menggantikan suatu sistem pengukuran dengan sistem setara lainnya, maka pengujiannya menggunakan rumusan H0. Apa salahnya hipotesis penelitian dirumuskan ke bentuk hipotesis H0.
Daftar Pustaka

Gay, L. R. (1990). Educational Research: Competencies for Analysis and Application. Third edition. New York: Macmillan Publishing Company.

Kerlinger, Fred N. (1979). Behavioral Research: A Conceptual Approach. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Lock, Lawrence F., Waneen Wyrick Spirduso, and Stephen J. Silverman (1993). Proposals that Work: A Guide for Planning Dissertaions and Grant Proposals. Third edition. Newbury Park, CA: Sage Publications.

Myers, Barbara E. and John T. Pohlman (1979 ERIC ED175905). The Null Hypothesis as the Research Hypothesis. San Fransisco: 63rd Annual Meeting of the American Educational Research Association.

Naga, Dali S. (2006). “Diktat Kuliah Statistika Terapan.”

Wiersma, William (1995). Research Methods in Education: An Introduction. Sixth edition. Boston: Allyn and Bacon.