Jumat, 19 Agustus 2011

Mesin Tetas Ayam Kampung Dll

Usaha peternakan unggas (ayam dan itik) merupakan jenis usaha yang cukup menjanjikan. Hal ini didasari oleh jumlah permintaan produk hewani asal unggas baik telur maupun daging tiap tahun makin meningkat. Sebagai contoh di Kotamadya Kendari pada tahun 2002 permintaan ayam buras berkisar 500 – 600 ekor per minggu, sementara baru tepenuhi 300 – 400 ekor per minggu (Anonim, 2002).

Dilihat dari data permintaan tersebut prospek usaha agribisnis unggas yang salah satunya adalah ayam buras cukup potensial. Keunggulan lain usaha agribisnis unggas adalah tidak mutlak memerlukan biaya yang besar, tergantung dari kemampuan peternak yang korelasinya dengan skala pemilikan. Selain itu jenis ternak ini telah lama dikenal masyarakat sehingga teknik budidayanya tidak terlalu rumit. Dalam upaya memacu usaha peternakan unggas perlu adanya sentuhan teknologi tepat dan mudah diterapkan oleh peternak. Dari sisi ketersediaan bibit, teknologi penetasan telur buatan dengan penggunaan mesin tetas telur sangat cocok diterapkan. Keunggulan teknologi ini adalah menghilangkan periode mengeram pada induk sehingga induk mampu menghasilkan telur lebih banyak selama hidupnya, selain itu anak ayam dapat di produksi dalam jumlah yang besar pada waktu yang bersamaan. Prinsip kerja dari mesin tetas ini adalah menciptakan situasi dan kondisi yang sama pada saat telur dierami oleh induk. Kondisi yang perlu diperhatikan adalah suhu dan kelembaban. Suhu optimal adalah 38,8o C atau 101o F. Kondisi suhu tersebut dapat direkayasa dengan penggunaan sumber panas listrik maupun lampu minyak dan untuk kelembaban optimal digunakan air yang ditempatkan dalam mesin tetas. Mesin tetas dibedakan atas dasar sumber panas yang digunakan. Pertama, mesin tetas elektrik dengan menggunakan listrik yang dihubungkan dengan lampu pijar sebagai sumber panas. Kedua, mesin tetas yang menggunakan sumber panas lampu minyak yang dihubungkan dengan silinder yang terbuat dari seng plat sebagai sumber panas. Ketiga, mesin tetas kombinasi yaitu gabungan dari sumber panas yang berbeda (listrik dan lampu minyak), jenis mesin tetas ini sangat efektif pada daerah yang sering mengalami pemadaman lampu, sehingga pada saat lampu padam maka digunakan lampu minyak sebagai sumber panas. Model mesin tetas telur ini dapat diperoleh di toko poultry shop atau membuat sendiri dengan bahan yang mudah dan tersedia di tempat. Besarnya mesin tetas telur yang digunakan disesuaikan dengan kapasitas telur yang akan ditetaskan seperti ; 200 butir, 400 butir dan 600 butir. II. Bahan – Bahan yang Digunakan Pembuatan mesin tetas disesuaikan dengan kondisi sumber panas yang tersedia. Pada tempat yang belum ada listrik bisa dibuat mesin tetas dengan menggunakan lampu minyak sedangkan daerah yang tersedia listrik bisa dibuat mesin tetas telur elektrik atau mesin tetas kombinasi.

Bahan-bahan yang digunakan antara lain :

1.Kayu kaso 4 x 5 cm sebagai rangka mesin
2.Tripleks melamin, kaca dan engsel
3.Kawat ram (tempat peletakan telur)
4.Paku dan seng plat
5.Nampan air dan thermometer
5.Alat pengatur suhu (thermoregulator)
6.Lampu pijar dan lampu minyak

Cara Pengoperasian Mesin Tetas Telur

A. Persiapan
Sebelum digunakan, mesin tetas harus dibersihkan dahulu dari mikroorganisma pengganggu dengan jalan penyemprotan bahan pembunuh kuman / desinfektan.
Pemanas dihidupkan.24 jam sebelum telur dimasukan ke dalam mesin tetas,
Telur dibersihkan dengan menggunakan lap basah hangat dan tiriskan.
Suhu mesin tetas harus konstan, diusahakan 38,8o C atau 101o F.
Nampan air diisi air secukupnya (tidak sampai penuh), penggunaan air ini untuk menjaga kelembaban mesin tetas, untuk itu selama penetasan harus diperhatikan stabilitas volume air.
Setelah telur bersih dan kering, telur diberi tanda pada kedua belah sisi dengan spidol atau alat tulis lain, misal ; huruf A dan B di kedua belah sisi. Pemberian tanda ini berguna untuk memudahkan dalam pemutaran telur agar lebih merata.
Telur yang sudah ditandai dimasukan secara perlahan ke dalam mesin tetas dengan posisi tanda seragam. Tutuplah mesin tetas setelah semua telur dimasukan.

B. Operasional Penetasan
Setelah 48 jam telur dalam mesin tetas, mulai dilakukan pemutaran telur setiap pagi dan sore.
Pemutaran telur dilakukan sampai hari ke 18.
Pemeriksaan telur sebaiknya dilakukan 2 kali, yaitu pada hari ke 7 dan hari ke 18.
Telur yang bertunas (tanda telur hidup) tampak terang dan tidak terdapat bintik-bintik merah
Telur yang bertunas ditandai dengan adanya titik merah di bagian petengahan, ukurannya kira-kira sebesar biji kacang hijau dan tampak bergerak. Apabila titik merah tersebut tidak bergerak pertanda embrio dalam telur mati, maka telur yang mati tersebut harus dibuang agar telur tidak membusuk dalam mesin.
Telur akan memenetas pada hari ke 20 atau 21.
Anak ayam yang keluar dari telur dibiarkan dahulu dalam mesin selama kurang lebih 24 jam, sampai bulu anak ayam kering dan kondisi anak ayam normal.
Setelah kering dan normal, anak ayam bisa dikeluarkan dari mesin tetas.

mesin-tetas

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2002. Sulawesi Tenggara Dalam Angka. BPS Sulawesi Tenggara.Rasyaf. M. 1997, Beternak Ayam Kampung . Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumber : http://sultra.litbang.deptan.go.id
Diposkan oleh Awiek di 19:02
Close House,kan Ayam Kampung Solusi Cerdas

Kelompok ternak ayam kampung “Cipta Usaha Mandiri” yang terletak di Desa Duren, Kecamatan Talun, Blitar menemukan solusi cerdas dalam pola pemeliharaan ayam kampung. Yang menarik adalah model kandang panggung tertutup rapat dari lantai dasar sampai atap. Hampir tidak pernah dibuka sehingga tak mendapatkan sinar matahari secara penuh. Tapi, mendekati lokasi kandang, bau kotoran tidak tercium dari area kandang tersebut.


“Model closed house ini sebenarnya berpijak dari niatan mengurangi sifat kanibalisme ayam kampung, itu yang utama. Sebelumnya, dalam kandang yang terang ayam kampung saling mematuk sehingga mengakibatkan ayam mengalami luka bahkan kematian. Total bisa mencapai 10%. Ternyata setelah ditutup rapat dengan ruangan agak redup, sifat kanibalisme jadi hilang. Keuntungan lainnya suhu lebih stabil dan penularan penyakit bisa ditekan. Bahkan kematian maksimal hanya 2%,” Mulyanto, Ketua Kelompok ”Cipta Usaha Mandiri”.
Usaha yang dirintisnya sejak 2003 ini, menurut Mulyanto, dapat dimulai dengan modal dan populasi kecil dan bibit diusahakan sendiri. Awalnya anggota ada yang memelihara 50 atau 100 ekor dan akhirnya berkembang. Jumlah anggotanya saat ini 32 orang dengan populasi 30.000 ekor lebih. Kelompok ini mengadakan bibit sendiri dari indukan dengan kriteria yang bagus. Induk didapat dari daerah Talun atau daerah lain di Kabupaten Blitar seperti Srengat, Kanigoro, atau Kawijayan. “ Induk kita lokal, alat-alat penetasan kita sudah ada tapi belum bisa memenuhi kebutuhan kelompok. Baru sekitar 40% yang dapat dipenuhi oleh kelompok sedang yang 60% kita masih mencari di luar”.

Ternyata ayam kampung sangat diminati oleh rumah-rumah makan dengan bobot 0,9 sampai 1 kg. Khususnya di Blitar, ayam yang bobotnya kurang dari 1 kg harganya lebih mahal dibandingkan dengan ayam yang berbobot 1,3-1,5 kg. Bobot diatas 1 kg pasarnya ke pasaran umum tidak lagi ke rumah makan atau restaurant”.

Usaha budidaya ayam kampung dengan model closed house ini tidak jauh berbeda dengan pola budidaya broiler. “Model ini menggunakan dua kandang dengan umur yang berbeda. Kandang satu untuk ayam umur 0 – 30 hari dan kandang pembesaran umur 31-75 (panen)”.
Masa Brooder prinsipnya tidak berbeda jauh dengan pola budidaya broiler. Perbedaan yang tampak hanya pada pada alat pemanas yang tidak menggunakan elpiji atau batubara tetapi dengan bola lampu listrik. Bola lampu berdaya 40 watt dengan ketinggian lampu 40 cm cukup untuk populasi ayam 100 ekor/m2 . Pola brooder ini menghasilkan suhu 37oC untuk usia ayam 0-7 hari. Pada masa ini sebaiknya ayam ditempatkan dalam sekat-sekat yang kecil. Semakin kecil populasi akan semakin mengurangi resiko kematian.
Sementara Pudianto seorang anggota kelompok, berkisah ayam kampungnya sudah berumur 30 hari, siap dipindah ke kandang pembesaran. Pada masa ini juga dilakukan pengelompokan berdasar ukuran tubuh ayam, bisa dilakukan pada umur 15, 25 hari atau menjelang masuk kandang pembesaran,” kata Pudianto.
Sebelum ayam masuk kandang pembesaran, kandang terlebih dahulu disemprot dengan desinfektan. Pada kandang pembesaran pun dilakukan penyekatan. Ukuran 1,5 m x 3 m untuk populasi 75 – 100 ekor. ”Agak padat sedikit lebih bagus,” jelas Mulyanto. Seperti yang di kandang Pudianto, untuk sekat ukuran 2 x 3 m dengan populasi 200 ekor. Untuk penerangan cukup dengan lampu 5 watt untuk ukuran luas 4 x 6 m.
Dalam hal pakan, peran Dinas Peternakan Kabupaten Blitar sangat membantu peternak dalam mengurangi biaya produksi pakan. “ Kita mendapatkan pengarahan dari dinas dan dibantu cara pembuatan pakan dengan kandungan protein terstandar. Tapi campuran pakan itu digunakan untuk ayam minimal umur 40 hari. Campuran pakan ini terbuat dari jagung, dedak, bungkil kedelai, tepung ikan dan lain-lain dengan kandungan protein sekitar 15%”. Mengenai konsumsi pakan, Pudianto mengatakan, “Untuk populasi 1000 ekor sampai umur 30 hari menghabiskan pakan 11 sak (550 kg)”. Sedang secara keseluruhan selama masa pemeliharaan 75 hari pakan yang dihabiskan menurut Sutarji 40 – 45 sak (2000 – 2250 kg). Sementara untuk pakan umur 0 – 40 hari mau tak mau menggunakan pakan pabrikan.

Vaksinasi dilakukan dengan intensif. Mulai umur 4 hari divaksin ND, IB dan berturut-turut gumboro A, ND Lasota, Gumboro B. vaksin AI diberikan di kandang pembesaran pada umur 34 atau 35 hari.

0 komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentar di sini